
Penuh sejarah, Jalan Malioboro Jogja tidak pernah sepi oleh kedatangan wisatawan.
Membicarakan tempat wisata, Jalan Malioboro Jogja selalu ada pada peringkat teratas. Selain karena kepopulerannya bagi wisatawan, kawasan ini memiliki ciri khas yang tidak akan kita temukan di tempat lain. Malioboro sangat menggambarkan identitas Kota Jogja dan menjadi pusat aktivitas para wisatawan. Apa yang paling teringat ketika mendengar tentang Malioboro? Tentu tidak lepas dari keberadaan toko-toko dan para penjual di pelatarannya yang menjual berbagai macam produk khas Jogja.
Sekilas dari foto Jalan Malioboro pun sudah terlihat seberapa banyak keberadaan toko dan penjual sekitar kawasan ini. Harganya pun sangat beragam dan cenderung terjangkau. Walau saat ini para pedagang sudah berpindah ke Teras Malioboro, tapi image yang terbayang tetap saja seperti itu. Deretan delman dan becak juga jadi identitas lain yang mana menggambarkan bahwa Yogyakarta masih mempertahankan alat transportasi tradisional, meski tentu bukan untuk perjalanan jarak jauh.
Mengenal Jalan Malioboro Jogja
Jalan Malioboro adalah nama salah satu dari tiga jalan di kota Yogyakarta yang membentang dari Tugu Yogyakarta, hingga perempatan Kantor Pos Yogyakarta. Seluruhnya terdiri dari Jalan Margo Utomo, Jalan Malioboro, dan Jalan Margomulyo. Ketiga jalan ini adalah pusat dari Jalur Keraton Yogyakarta. Adapun nama Kereta Malioboro datang karena terinspirasi dari nama Malioboro yang membawa penumpang dari Yogyakarta menuju Kota Malang.
Jalan Malioboro tersebut berakhir di Pasar Beringharjo.Sebelah barat dari Jalan Malioboro adalah bekas kediaman gubernur Hindia Belanda, sementara Sebelah timur adalah Benteng Vredeburg. Pada 20 Desember 2013, dua ruas Jalan Malioboro Jogja ganti namanya kembali seperti semula oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X. Jalan Pangeran Mangkubumi menjadi Jalan Margo Utomo dan Jalan Ahmad Yani menjadi Jalan Margomulyo.
Terdapat banyak monumen bersejarah di ketiga jalan ini, seperti Tugu Yogyakarta, Stasiun Tugu, Pasar Beringharjo, Gedung Agung, Monumen Serangan Umum 1 Maret, dan Benteng Vredeburg. Jalan Malioboro memang terkenal dengan pedagang kaki lima yang menjajakan kerajinan tangan dan warung-warung yang menjajakan kuliner khas Jogja yang menggunakan konsep ‘lesehan’.
Jalan ini juga terkenal sebagai tempat berkumpulnya seniman-seniman yang mempertunjukkan kemampuannya, seperti pertunjukan, lukisan, seni acara, dan berbagai macam performance lainnya. Bila saat ini Anda datang ke Malioboro, jalannya kini tampak lebih lebar karena parkir pinggir jalan yang ada telah pindah ke Area Parkir di Jalan Abubakar Ali. Ini yang menjadikan jalan ini terasa nyaman bagi para pejalan kaki.
Sejarahnya Secara Singkat

Penuh sejarah, Jalan Malioboro Jogja tidak pernah sepi oleh kedatangan wisatawan.
Malioboro memiliki arti ‘karangan bunga’ dalam bahasa Sansekerta. Kata Malioboro juga berasal dari nama seorang pendatang asal Inggris yaitu ‘Marlborough’ yang tinggal di kawasan tersebut dari tahun 1811-1816 Masehi. Pembangunan Jalan Malioboro bertepatan dengan pembangunan Keraton Yogyakarta. Awalnya, Jalan Malioboro Jogja berada pada posisi sumbu imajiner antara Pantai Selatan (Pantai Parangkusumo), Keraton Jogja, dan Gunung Merapi.
Malioboro mulai ramai pada masa penjajahan tahun 1790-an ketika pemerintah Belanda membangun Benteng Vredeburg di ujung selatan jalan. Selain membangun benteng, terlihat jelas dari foto Jalan Malioboro, Belanda juga membangun Klub Belanda pada tahun 1822, Istana Gubernur Belanda pada tahun 1830, Bank Jawa, dan Kantor Pos. Setelah itu, Malioboro berkembang pesat akibat perdagangan antara pedagang Belanda dan Cina.
Selanjutnya, pada tahun 1887, Jalan Malioboro terbelah menjadi dua bagian akibat pembangunan stasiun kereta api yang sekarang bernama Stasiun Tugu Jogja. Jalan Malioboro Jogja juga berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di sebelah selatan, pertempuran sengit berkecamuk antara pejuang rumahan dan pasukan kolonial Belanda yang berusaha merebut Yogyakarta. Pertempuran ini kemudian dikenal sebagai Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Dalam peristiwa tersebut, tentara merah putih menduduki Jogja selama enam jam, membuktikan kepada dunia bahwa tentara Indonesia masih ada.
Tiket Masuk Malioboro
Harga tiket masuk Malioboro: Gratis
(Tidak ada biaya tiket untuk masuk ke kawasan Malioboro, hanya saja Anda harus membayar biaya parkir bila membawa kendaraan dan memarkirkannya di sekitar. Biaya parkir ini berbeda-beda, termasuk menyesuaikan tipe kendaraannya.)
Jadwal dan Jam Buka
Waktu buka: Buka 24 Jam.
Untuk pertokoan jam buka dan tutup tergantung pada masing-masing toko.
Lokasi dan Rute
Alamat
Jalan Malioboro No.101, Sosromenduran, Gedong Tengen, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55271.
Rute ke Jalan Malioboro Jogja
Untuk ke Malioboro, Anda bisa menaiki Bus Trans Jogja atau menaiki ojek dan taksi online. Bila Anda membawa kendaraan sendiri, beberapa rute yang tidak terlalu macet bisa dengan jalur berikut.
- Bila dari arah Jl. Diponegoro atau Jl. AM Sangaji bisa melewati Jl. Sudirman – Jl. Suroto – Jl. Yos Sudarso.
- Bila dari arah Jl. Mangkubumi bisa belok ke Gowongan Kidul – Jl. Tentara Pelajar – Jl. Pasar Kembang.
- Bila dari arah Jl. Pasar Kembang ke Abu Bakar Ali bisa lewat Jl. Mataram – Jl. Mas Suharto – Jl. Hayam Wuruk dan Jl. Yos Sudarso.
- Bila dari arah Jl. Mayjen Suryotomo ke Abu Bakar Ali bisa lewat Jl. Mas Suharto – Jl. Hayam Wuruk – Jl. Yos Sudarso.
Fasilitas yang Tersedia
Meski dari foto Jalan Malioboro terlihat hampir selalu ramai, tempat wisata ini tetap nyaman untuk kita kelilingi. Apalagi adanya fasilitas-fasilitas yang tersedia. Fasilitas umum yang bisa Anda gunakan berupa:
- Toilet umum
- Pedestrian
- Tempat duduk
- Money changer
- Halte
- Pusat informasi
- Mushola
- ATM
- Tempat parkir
Kegiatan Seru dan Daya Tarik
Menikmati suasana kawasan Malioboro bisa hanya dengan duduk di tempat duduk yang telah tersedia di pinggiran. Tetapi bila Anda ingin lebih puas menikmati suasana yang khas, beberapa aktivitas seru ini bisa Anda coba.
1. Berkeliling Naik Delman
Deretan delman yang berjajar pada Jalan Malioboro Jogja siap mengantar Anda untuk keliling pusat Kota Jogja. Pengalaman seperti ini belum tentu bisa Anda rasakan di daerah lain, bukan? Berkeliling naik delman pada kawasan Malioboro berkisar Rp100.000 – Rp200.000 untuk satu keliling dengan penumpang mencapai 5-6 orang.
2. Berkeliling Naik Becak
Selain delman, becak bisa jadi pilihan lain untuk menikmati jalanan Malioboro. Hanya saja jumlah penumpang hanya untuk 2 orang saja dengan harga berkisar Rp10.000-Rp20.000.
3. Belanja Oleh-Oleh
Selain membeli oleh-oleh dari pertokoan sepanjang jalan, Anda bisa juga membeli pada area Teras Malioboro yang kini menjadi pusat dari perdagangan pedagang kaki lima yang dulunya berada di pinggiran jalan Malioboro.
4. Menyantap Kuliner Khas Jogja
Ada banyak kuliner khas yang bisa Anda cicipi sekitaran Malioboro. Termasuk hidangan sate yang tersaji fresh karena langsung dibakar di hadapan kita. Harganya pun terjangkau. Pada foto Jalan Malioboro saat ini mungkin Anda akan cukup kesulitan menemukannya karena kini pemerintah setempat telah merapikan kawasan.
5. Foto Asyik untuk Kenang-Kenangan
Tentu akan kurang sempurna jika tidak foto asyik saat ke Malioboro sebagai kenang-kenangan. Anda bisa berfoto tepat di depan tulisan ‘Jl. Malioboro’. Saat musim liburan, spot satu ini sangat ramai, mohon bersabar untuk menunggu giliran.
6. Menikmati Suasana Malam
Suasana hangat terasa bila menghabiskan waktu malam hari di Malioboro. Semakin banyak pula warung dan kuliner lainnya yang memang baru buka malam hari dan bisa jadi tempat nongkrong bersama keluarga ataupun sahabat.
Memasukan Jalan Malioboro Jogja ke daftar bucket list selama berlibur di Yogyakarta memang sangat wajib. Anda bisa menyaksikan bagaimana tradisi, budaya, seni, dan sejarah yang bergabung menjadi satu, menghadirkan keistimewaan yang hanya bisa kita temukan di kawasan ini.